Apa syarat seseorang wajib berhaji? Syarat wajib haji tentu saja harus mampu, baik dalam bekal maupun dalam hal mampu melakukan perjalanan. Yang tidak mampu dalam hal ini, maka tidak terkena wajib haji.
Kembali hadits tentang masalah haji ini kami bawakan dari kitab Bulughul Marom karya Ibnu Hajar Al Asqolani, yaitu hadits no. 712 dan 713:
وَعَنْ أَنَسٍ – رضي الله عنه – قَالَ: – قِيلَ يَا رَسُولَ اَللَّهِ, مَا اَلسَّبِيلُ? قَالَ: ” اَلزَّادُ وَالرَّاحِلَةُ ” – رَوَاهُ اَلدَّارَقُطْنِيُّ وَصَحَّحَهُ اَلْحَاكِمُ, وَالرَّاجِحُ إِرْسَالُهُ
وَأَخْرَجَهُ اَلتِّرْمِذِيُّ مِنْ حَدِيثِ اِبْنِ عُمَرَ أَيْضًا, وَفِي إِسْنَادِهِ ضَعْفٌ
Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa ada yang bertanya pada Rasulullah , “Wahai Rasulullah, apa itu sabiil (mampu dalam haji)?” Jawab beliau, “Mampu dalam hal bekal dan berkendaraan.” Hadits ini diriwayatkan oleh Ad Daruquthni dan dishahihkan oleh Al Hakim. Namun yang tepat hadits tersebut mursal. Tirmidzi juga mengeluarkan hadits tersebut dari Ibnu ‘Umar dan sanadnya dho’if.
(HR. Ad Daruquthni 2: 216 dan Al Hakim 1: 442).
Kesimpulan dari Syaikh ‘Abdullah Al Fauzan dalam Minhatul ‘Allam (5: 167), tidak shahih sama sekali dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hadits dalam bab ini.
Ada dalil Al Qur’an yang membicarakan masalah syarat mampu dalam haji. Allah Ta’ala berfirman,
وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا
“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah” (QS. Ali ‘Imran: 97).
Ayat di atas menunjukkan bahwa mampu merupakan syarat wajib haji. Syarat mampu mesti ada karena haji berkaitan dengan ibadah yang menempuh perjalanan jauh. Makanya, mampu adalah syarat dalam haji sebagaimana jihad.
Namun para ulama berselisih pendapat dalam syarat mampu di sini. Mayoritas ulama (baca: jumhur) dari kalangan Hanafiyah, Syafi’iyah, dan Hambali berpendapat bahwa yang disebut mampu adalah dalam hal bekal dan berkendaraan. Inilah pendapat mayoritas ulama salaf. Mereka berdalil dengan hadits yang dibicarakan dalam bab ini yang menyebutkan mampu adalah dalam hal bekal dan perjalanan. Mereka katakan bahwa meskipun hadits tersebut menuai kritikan namun jika dikumpulkan dari berbagai jalan, maka jadilah kuat. Sehingga intinya hadits tersebut bolehlah dijadikan hujjah bahwa mampu yang dimaksud adalah dalam perihal bekal dan berkendaraan.
Dalam Tafsri Ibnu Jarir disebutkan riwayat dari Ibnu ‘Abbas dengan sanad yang shahih, ia berkata mengenai syarat mampu dalam haji yaitu jika seseorang sehat fisiknya dan punya harta untuk bekal dan perjalanan tanpa menyusahkan diri.
Sedangkan Imam Malik mengatakan bahwa kemampuan dilihat dari kemampuan setiap orang. Ada yang mampu dilihat dari bekal dan mampu berkendaraan, sedangkan ia tidak mampu berjalan. Ada juga yang mampu dengan berjalan dengan kedua kakinya dan tidak berkendaraan. Inilah pendapat dari Ibnu Zubair, ‘Atho’, dan jadi pilihan Ibnu Jarir dalam tafsirnya. Karena ketika Allah mewajibkan haji cuma disyaratkan kemampuan. Mampu di sini bersifat umum. Maka siapa saja yang mampu dengan harta atau fisik badan, maka masuk dalam kemampuan secara umum.
Pendapat terakhir inilah yang lebih kuat. Secara alasan, pendapat inilah yang lebih tepat karena dilihat dari makna bahasa, sabiil berarti jalan. Siapa saja yang mendapati jalan untuk berhaji, tidak ada penyakit yang menghalangi, tidak ada kemalasan atau musuh yang merintangi, begitu pula tidak lemah untuk berjalan, atau tidak dihalangi dari kurangnya perbekalan air atau bekal secara umum, maka ia sudah dikenakan kewajiban haji. Jika tidak, maka tidak wajib haji. Wallahu a’lam.
Hanya Allah yang memberi taufik.
Referensi:
Minhatul ‘Allam fii Syarhi Bulughil Marom, Syaikh ‘Abdullah bin Sholih Al Fauzan, terbitan Dar Ibnil Jauzi, cetakan pertama, tahun 1431 H, 5: 166-168.
—
Selesai disusun di tengah malam, Kamis, 13 Dzulqo’dah 1434 H @ Pesantren Darush Sholihin, Warak, Girisekar, Panggang-Gunungkidul
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Dari artikel ‘Syarat Mampu dalam Haji — Muslim.Or.Id‘
0 Komentar